Pages

Penyakit Sosial Bernama Bonek

Sudah cukup lama kelompok pendukung kesebelasan Persebaya Surabaya yang menamakan dirinya Bonek atau Bondho Nekat (Modal Nekat) tidak membuat ulah. Sepanjang akhir pekan lalu mereka kembali membuat keonaran.

Itu dimulai ketika mereka hendak berangkat ke Bandung untuk menyaksikan pertandingan kesebelasan kesayangan mereka melawan Persib Bandung. Mereka menjadikan kereta api yang ditumpangi sebagai kendaraan penyebar ketakutan.

Sepanjang perjalanan dari Surabaya menuju Bandung, mereka meneror setiap kota yang disinggahi. Dengan seenaknya mereka melempari batu dari dalam kereta tanpa memikirkan tindakan mereka merusak barang milik orang lain atau bahkan mencelakai orang lain.

Ketika tiba di Bandung dan menyaksikan pertandingan, mereka tidak berhenti membuat ulah. Akibatnya sesudah pertandingan terpaksa mereka dipulangkan dengan kereta api khusus agar semua keonaran bisa segera berakhir.

Namun persoalan tidak hanya selesai dengan penanganan seperti itu. Dalam perjalanan pulang pun, para Bonek tetap meneror masyarakat yang mereka lewati. Sebagai reaksi atas tindakan mereka, masyarakat pun membalas dengan melempari para Bonek yang sedang melaju di atas kereta api khusus.

Kita ingin mengingatkan bahwa kejadian seperti ini tidak bisa dianggap sebagai sebuah kenakalan biasa. Ini merupakan penyakit sosial dari masyarakat yang merasa tidak memiliki eksistensi dan ingin mendapat pengakuan.

Penyebab dari hilangnya eksistensi adalah karena mereka merasa menjadi manusia yang tidak berguna. Mereka terimpit secara ekonomi sehingga tidak mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu ataupun mendapatkan pekerjaan. Ketika itu bertemu dengan kultur masyarakat Surabaya yang terbuka dan berada dalam kelompok yang sama, maka ekspresinya menjadi begitu negatif.

Fenomena seperti itu pernah dialami oleh bangsa Inggris. Mereka menjadi masyarakat yang beringas ketika menjadi pendukung tim  sepak bola. Akibatnya berbagai kejadian tragis harus mereka alami mulai dari Tragedi Hillsborough di mana puluhan orang mati di lapangan karena terjepit di antara penonton yang beringas dengan pagar yang kokoh di pinggir lapangan serta Tragedi Heysel saat pendukung Liverpool bentrok dengan pendukung Juventus.

Atas berbagai peristiwa yang mencoreng nama baik Inggris, pemerintah negara itu mengambil tindakan. Bukan dengan melarang orang menonton pertandingan sepak bola atau mengerahkan petugas keamanan dalam jumlah yang banyak, tetapi mempelajari akar persoalan dari penyakit sosial yang satu itu.

Jawabannya adalah dengan mengedukasi masyarakat. Selain itu, masyarakat diarahkan untuk melakukan hal-hal yang produktif dan itu tidak bisa lain dengan memberikan pekerjaan.

Manusia akan merasa menjadi manusia yang sesungguhnya, manusia yang berguna apabila mereka mempunyai pekerjaan. Entah itu dalam artian pekerjaan yang bisa menghidupi diri dan keluarganya atau pekerjaan dalam arti kesempatan menuntut ilmu. Kita akan merasa tidak berarti ketika tidak mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan.

Pada sebagian masyarakat kita, kondisi seperti itulah yang sedang dihadapi. Jumlah anak yang putus sekolah sangatlah tinggi. Jumlah orang yang masih menganggur angkanya juga tinggi.

Kita seringkali mencoba untuk menutupi kenyataan itu. Seakan sebuah aib besar ketika melihat tingginya jumlah anak yang putus sekolah maupun masih menganggur. Laporan yang disampaikan tidak pernah berani untuk menyebutkan realita yang sesungguhnya ada di tengah masyarakat kita.

Munculnya kembali fenomena bonek sepantasnya mengugah kesadaran kita akan munculnya kembali penyakit sosial di tengah masyarakat kita. Banyak warga yang frustasi menghadapi hidup ini dan ekspresinya begitu negatif.

Tindakan negatif itu sendiri ada yang dilakukan secara terbuka seperti ulah para bonek, tetapi ada yang tidak terlihat tetapi juga merugikan. Pembobolan kartu penarikan uang tunai yang juga sedang ramai terjadi sekarang ini merupakan salah satu contohnya.

Tanggung jawab perbaikan kondisi yang tidak baik ini tentu bukan hanya menjadi tugas pemerintah pusat. Namun pemerintah pusat harus menjadi pendorong bagi dilakukannya  perbaikan secara mendasar.

Kita harus menjadikan setiap individu warga menjadi orang-orang yang berguna. Bagi mereka yang masih dalam usia belajar, maka mereka harus mendapatkan kesempatan untuk menempuh ilmu secara baik. Jangan biarkan anak-anak harapan bangsa kehilangan kesempatan untuk menimba ilmu. Mereka harus benar-benar menjadi aset dari bangsa ini, bukan kelak menjadi beban karena pengetahuan dan kemapuan yang terbatas.

Kepada mereka yang masuk usia produktif, mereka harus mendapat kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang layak. Untuk itu tidak bisa lain kecuali kita berkonsentrasi untuk memperbaiki perekonomian negeri, karena hanya itulah jalan satu-satunya untuk mengurangi pengangguran.
Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar