Pages

Liga Profesional baru di Indonesia menurut AFC (Asian Football Confederation) :

1. Setiap tim harus terbebasdalam bantuan dana dari daerahnya.
2. Setiap tingkatan kasta liga harus berisikan maximal 18 tim .
3. Tim yang mendapatkan Peringkat satu sampai lima liga kasta tertinggi, diberikan dana oleh PSSI untuk beruji coba international melawan tim dari Jepang, Australia, UEA, Qatar, Saudi Arabia, Uzbekistan, Qatar, Cina, dan Korea Selatan (BUKAN ASEAN) .
4. Komdis PSSI harus “tegas” dan “sangat keras” terhadap pemain yang menghina dan memukul pemain lain, wasit, dan antar suporter tim .
5. Juara liga dan runner up, serta Juara Piala Liga, diwajibkan oleh PSSI sebagai lembaga tertinggi
untuk menjuarai AFC CUP dan Semifinal Asia Champion League .
6. Tim yang berkesempatan bermain di level Asia mewakili negara, diberi waktu recovery
dalam pertandingan liga lokal menjelang bertanding AFC CUP & Asia Champion League .
7. PSSI harus membantu fasilitas dan persiapan tim yang mewakili Indonesia berlaga di Asia .
8. Liga Kasta Tertinggi, harus pemain berusia 15 – 30 tahun, jika melebihi usia 30 tahun, pemain diwajibkan mengambil lisensi kepelatihan atau berlaga di kasta kedua atau dibawahnya .
9. Pemain asing harus berjumlah 3 kuota Eropa dan 1 kuota Asia .
10.PSSI harus menghentikan setiap tim selama 5 tahun, jika suatu tim melakukan suap dan pengaturan skor di semua kasta liga di Indonesia

11.Pelatih yang berprestasi mengantarkan tim Indonesia juara liga 4 kali dan juara piala liga 5
kali, berhak melatih Timnas Indonesia .
12.Uji Coba International klub  peringkat satu sampai dengan lima kasta tertinggi Indonesia wajib dilaksanakan dan diberikan dana oleh PSSI .
13. Pelatih harus berlisensi A AFC, dan Assisten Pelatih minimal berlisensi A AFC .
14. Wasit harus mengeluarkan kartu merah, apabila pemain menghina wasit atau memukul
lawan, bahkan melakukan hal yang sama pada wasit .
15. Wasit harus menghentikan pertandingan, apabila ada suporter yang memasuki stadion tanpa tiket dan memasuki lapangan karena apapun masalah yang disampaikan suporter .
16. Pemain yang bermaksud melakukan "kill time" dengan hal apapun wajib diberi kartu kuning .
17. Komisi Disiplin PSSI harus melakukan denda dan hukuman
larangan berlaga kepada pemain yang menghina dan memukul wasit ataupun lawan .
18. PSSI harus memberikan dana tambahan kepada tim yang berlaga di AFC CUP dan Asia
Champion League .
19. Bagi tim yang menjuarai AFC CUP PSSI wajib memberikan penghargaan khusus dan memberi
bonus kepada tim tersebut .
20. Tim yang berhasil mencapai Semifinal Asia Champion League, sesuai dengan target nyata PSSI,
berhak mendapatkan bonus dan penghargaan nyata dari PSSI sebagai federasi tertinggi .
21. Semua tim harus memiliki kelompok umur dari U 10 sampai U 21
22. Pelatih kelompok umur tim harus berlisensi A AFC atau B UEFA
23. PSSI wajib mengadakan pertandingan Liga U 10, U 12, U 14, U 17, U 19, dan U 21
24. Setiap Juara 1 - 3 Liga U 10 sampai U 21, diberikan kesempatan oleh PSSI dan Liga
untuk bertanding dalam kejuaraan ASIA dan dunia dalam semua ajang tingkat Asia dan Dunia,
sesuai dengan Young Professional League .
25. Liga kasta tertinggi sampai Divisi terbawah (amatir), berada dalam satu naungan "RESMI" PSSI,
sebagai Konfederasi tertinggi di Indonesia .

26. Sebagai Liga Professional, PSSI diwajibkan mentargetkan tim yang mewakili Indonesia di
Asia dapat menjuarai AFC CUP dan mencapai semifinal Asia Champion League setiap tahunnya .
27. Tidak ada diskriminasi dan pengaturan skor dalam semua
kasta dari tertinggi hingga divisi
terendah .

600 Aparat Gabungan Kawal Laga Perang Bintang

Sebanyak 600 aparat gabungan TNI dan Polri akan disiagakan di stadion Mandala, Kota Jayapura, Papua guna mengamankan jalannya pertandingan Perang Bintang, Persipura Jayapura melawan tim All Star Indonesia Super League (ISL), Rabu (29/6/2011).

Ketua Panpel Persipura, Tommy Mano, mengatakan pengamanan 600 personil itu guna mengantisipasi terjadinya ricuh, antar penonton. Sebab pada pertandingan tersebut diperkirakan 15 ribu lebih penonton akan memadati stadion Mandala. Saat ini, belasan ribu tiket tanda masuk yang dijual Panpel Persipura telah habis terjual.

“ Kami meminta sekira 600 personil gabungan TNI dan polri untuk disiagakan di stadion Mandala, Rabu besok,” ujar Mano.

Persipura Jayapura dijadwalkan bertanding melawan tim All Star ISL pada laga Perang Bintang yang berisikan pemain Timnas. Pertandingan eksebisi tersebut dilangsungkan sebelum moment penyerahan piala bagi juara ISL musim 2010/2011 yakni Persipura Jayapura.

Kas Hartadi : Team ISL All Star itu Cuma Gabungan Pemain Bagus , Bukan Tim Bagus

Pelatih Sriwijaya Football Club Kas Hartadi memilih tanpa beban menjalani pertandingan perang bintang melawan Tim All Star Liga Super Indonesia di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Minggu (15/7).

"Beban sebenarnya sudah hilang setelah menyelesaikan pertandingan terakhir liga yakni melawan Persib Bandung, Rabu (11/7). Saya mencoba untuk santai saja meski tetap serius menghadapi perang bintang ini," ujarnya di Palembang, Sabtu.

Menurut pelatih asal Solo itu, perang bintang sebagai ajang gengsi semata karena mempertemukan tim juara dengan kumpulan pemain bintang hasil jajak pendapat jutaan pencinta sepak bola Tanah Air.

"Tentunya akan lebih manis jika gelar juara musim ini disempurnakan dengan memenangkan pertandingan perang bintang. Tapi, saya tidak mau membebani pemain, malahan sangat ingin sekali memberikan kesempatan kepada pemain lapis kedua," ujarnya.

Ia mengharapkan "Laskar Wong Kito" tetap termotivasi untuk menang meski telah menasbihkan gelar liga musim ini.

Grafik permainan yang menanjak diharapkan mampu menekan permainan Tim All Star dikomandoi pelatih Persela Miroslav Janu.

"Motivasi hadiah dan prestise gelar juara dapat dijadikan pelecut semangat bagi pemain, apalagi tim yang dihadapi belum tentu sebaik namanya," katanya.

Dua puluh pemain bintang itu, menurut Kas, belum padu karena bukan sebuah tim yang utuh.

Pemain itu, untuk penjaga gawang ; Kurnia Meiga, I Made Wirawan, pemain belakang ; Zulkifli Syukur, Ricardo Salampessy, Victor Igbonefo, Fabiano Beltrame, Hamkah Hamzah, Jajang Sukmara, Supriyono.

Kemudian, pemain tengah ; Atep, Gustavo Lopez, Zah Rahan, M Ridwan, Ahmad Bustomi, Eka Ramdhani, dan pemain depan ; Fransisco Aldo Bareto, Bambang Pamungkas, Safee Sali, Alberto Goncalves, Alejandro costas.

"Mereka hanya gabungan pemain bagus, dan belum tentu padu secara tim. Inilah kesempatan Sriwijaya FC untuk membuktikan kualitas sebagai juara," ujarnya.Add caption

Piala AFF 2012 : Satu Grup dengan Malaysia , DEJAVU Merah Putih

Timnas Indonesia mendapat ujian berat saat menjalani Piala AFF 2012 di Thailand dan Malaysia, 24 November–22 Desember 2012. Skuad Merah Putih bercokol di Grup B bersama Singapura dan juara bertahan Malaysia seusai drawing di Bangkok, Thailand, kemarin.

Dalam drawingitu,Malaysia diplot sebagai tim paling disegani Indonesia.Maklum, mereka yang mengandaskan harapan Merah Putihmeraih gelar pertama akibat kalah di final Piala AFF 2010.Indonesia juga tak ingin meremehkan kekuatan Singapura serta runner-upbabak kualifikasi yang akan diperebutkan empat negara,yakni Timor Leste,Laos,Myanmar,dan Brunei Darussalam.

Yang jelas,pertemuan Indonesia dan Malaysia tahun ini merupakan deja vudua tahun lalu.Saat itu,Indonesia begitu fantastis ketika bertemu Harimau Malaya––julukan Malaysia––di fase penyisihan grup.Sayang,hegemoni tim Merah Putih tak berlanjut ketika bertemu kembali dengan Malaysia di final. Koordinator Timnas Indonesia Bob Hippy menilai,semua tim yang tergabung di Grup B memiliki kekuatan sama.

Untuk itulah,baik Malaysia,Singapura,dan satu lawan lagi yang belum diketahui memiliki peluang yang sama untuk lolos.“Semua lawan itu berat dan mempunyai kekuatan yang tidak berbeda jauh.Intinya,semua tim yang berada di Grup B memiliki peluang sama besarnya,”ungkap Bob,saat dihubungi kemarin. Selain memberikan sedikit penilaian tentang kekuatan calon-calon lawan di Grup B,pria yang juga menjabat sebagai anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI ini berharap tak ada lagi masalah dualisme kompetisi.

Dia menginginkan Indonesian Super League (ISL) dan Indonesian Premier League (IPL) bersatu.Jika keduanya bersatu,timnas Indonesia akan diisi pemainpemain yang komplet di ajang Piala AFF tahun ini. “Yang paling penting di ajang Piala AFF 2012 nanti,kami mempunyai stok pemain yang komplet.Saya berharap pemainpemain dari ISL dan IPL bisa kembali bersatu.Mereka bisa bersama bahumembahu membela timnas Indonesia,” ungkap Bob.

Harapan agar timnas Merah Putih berjaya di Piala AFF 2012 juga disampaikan bek Semen Padang Abdulrahman.Pemain yang menjadi bagian timnas Indonesia U-23 saat meraih medali perak SEA Games 2011 itu siap memberikan yang terbaik bagi Indonesia. Namun,jika ingin berhasil merealisasikan target itu,persiapan matang harus segera dilakukan.“Harapannya,insya Allah tahun ini timnas Indonesia bisa meraih gelar juara.

Sebab,Indonesia belum lagi menjuarai turnamen itu.Dan,jika ingin berbicara banyak di Piala AFF 2012,tentu harus melakukan segala macam persiapan tim dari jauh-jauh hari,”ungkap Abdulrahman. Abdulrahman pun meminta semua pemain yang dipanggil membela panji Merah Putihmenghadapi Piala AFF 2012 mengesampingkan ego masing-masing, yakni membuang sikap merasa lebih berhak karena berasal dari IPL atau ISL.

“Jika kami bersatu,kami pasti lebih tangguh.Bahkan, kami memiliki kekuatan lebih untuk merealisasikan ambisi mendapatkan gelar tersebut,”tandasnya. Sementara di Grup A, tuan rumah Thailand akan menghadapi Vietnam, Filipina, serta juara fase kualifikasi. Jika Thailand gagal total dua tahun lalu, kini, mereka sesumbar bisa mengembalikan kejayaan sepak bola Negeri Gajah Putih

Arema ISL Beri 2 Opsi ke Arema IPL

Kompetisi IPL maupun ISL segera berakhir. Wacana rekonsiliasi antara Arema yang berlaga di IPL dan Arema yang bermain untuk ISL terus berlanjut. Bahkan, Manajemen Arema ISL memberikan dua opsi pada Ancora yang merupakan pemilik Arema IPL.

Dua opsi itu adalah Ancora menjadi sponsor atau membeli saham Arema ISL untuk kompetisi musim depan. Media Officer Arema ISL, Sudarmadji mengungkapkan, manajemen mempersilakan bila Ancora bersedia menjadi sponsor Arema ISL musim depan.

"Beberapa sponsor untuk musim depan juga sedang menunggu. Jika Ancora ingin menjadi sponsor, kami terbuka," kata Sudarmadji, Sabtu (14/7/2012).

Memang sebelum berakhirnya liga, manajemen ISL telah membuka pintu rekonsiliasi melalui sponsor. Namun hingga kini masih belum ada inisiatif dari Ancora untuk berkenan menjadi sponsor.

Jika Ancora tidak bersedia menjadi sponsor, Ancora dipersilakan membeli saham Arema ISL. "Tapi manajemen harus minta pertimbangan pada dewan presiden klub dan konsorsium sebelum melepas saham pada Ancora," ujar Darmadji.

Kendati bagitu, Ancora juga harus siap bersaing dengan perusahaan lain bila ingin membeli saham Arema ISL. "Untuk pembelian saham ini, kami belum bisa pastikan bisa terealisasi atau tidak. Tapi kalau menjadi sponsor, Ancora bisa masuk," tukas mantan wartawan ini.

Darmaji menambahkan, penyatuan dua Arema ini sebenarnya tergantung pada jumlah kompetisi kasta tertinggi musim depan. Format kompetisi musim depan juga masih tergantung keputusan Komite Bersama yang berisi anggota PSSI versi Johar Arifin Husen dan anggota PSSI versi La Nyalla Mattalitti.

"Tetapi selama kompetisi kasta tertinggi ada lebih dari satu, dipastikan Arema tetap ada dua. Jadi kalau ingin Arema hanya satu, kompetisi juga harus satu," imbuhnya.

Sementara itu, kuasa hukum Ancora, Erpin Yuliono memastikan Ancora bersedia membuka pintu rekonsiliasi dengan Arema ISL, jika kompetisi IPL telah usai. Sedangkan Arema IPL masih memiliki sisa dua laga, yaitu kontra Persebaya dan Bontang FC.

"Setelah kompetisi berakhir, kami siap melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang menginginkan Arema bersatu," pungkas Erpin.

Sejarah arema vs bonek



Belum dewasanya suporter di Indonesia tentu menjadi penghambat bagi pengembangan profesionalitas klub-klub di Indonesia. Aksi anarkis yang dilakukan oleh oknum suporter menjadi salah satu faktor lambatnya pengembangan profesionalitas klub Indonesia. Belajar dari kasus rasisme Aremania beberapa saat yang lalu tentu menjadi sebuah pelajaran berharga bagi seluruh elemen suporter yang ada. Kerugian sebesar hampir 1 miliar rupiah bagi Arema tentu menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Arema yang merupakan klub profesional tanpa dukungan dana APBD tentu kesulitan membayar gaji pemain dan lainnya. Padahal skala permasalahan baru sekitar denda dan hukuman, belum pada level anarkisme tingkat tinggi seperti perusakan stadion dan beberapa fasilitas, kerusuhan antar-suporter, hingga aksi-aksi kejahatan yang melibatkan komunitas suporter.

Salah satu pertarungan suporter yang paling sering disorot oleh media massa adalah rivalitas Aremania dan Bonek. Dua elemen suporter dari Arema Indonesia  dan Persebaya Surabaya ini memiliki tensi rivalitas yang sangat tinggi, dimana perseteruan antar kedua elemen suporter ini tak jarang berakhir dengan bentrokan, kerusuhan, kerusakan material, hingga jatuhnya korban jiwa. Ekspresi saling benci keduanya juga tertumpah ketika mendukung kesebelasan masing-masing, walaupun yang dihadapi adalah tim sepakbola selain Arema Indonesia atau Persebaya Surabaya.

Konflik Aremania melawan Bonek sudah menjadi cerita lama dalam diskusi antar-suporter di Indonesia. Pertarungan yang sudah mendarah-daging dalam kedua elemen suporter tersebut menjadi bumbu pedas dalam forum antar-suporter. Walaupun belum ada yang pernah memfilmkannya layaknya film Romeo-Juliet, tetapi aroma panas selalu terasa dalam kehidupan sehari-hari warga Malang dan Surabaya. Tidak jarang ditemui di rumah seorang Aremania segala atribut Bonek menjadi kain lap, sementara di Surabaya segala atribut Aremania menjadi keset.

Aroma panas kedua elemen ini tentu menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, karena sifat persaingannya yang begitu kental dan sudah mendarah-daging. Belum lagi pembentukan iklim sepakbola Indonesia ke arah modern tentu harus mewaspadai satu hal yang kini masih menjadi kontroversi: industri sepakbola. Modernisasi sepakbola secara tidak langsung membawa dunia sepakbola ke arah industri, dimana pada akhirnya kapital juga ikut bermain dalam menentukan suasana dan atmosfir sebuah pertandingan. Bukan tidak mungkin beberapa peristiwa yang berkaitan dengan sepakbola Indonesia hari ini berkaitan erat dengan suasana pasar ekonomi.

Selain dari perspektif industri sepakbola, tentu konflik-konflik yang timbul juga tidak luput dari permasalah sosial dan budaya dalam sebuah masyarakat. Masalah hegemoni dan pengakuan akan ‘the one and the best’ juga menjadi salah satu permasalah konflik suporter Indonesia. Persoalan chauvinisme dan fanatisme dalam sebuah masyarkat juga tidak dapat dihilangkan sebagai faktor-faktor pemicu konflik. Belum lagi soal dendam yang berasal dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Begitu banyak permasalahan yang timbul dalam masyarakat sehingga terbawa dalam kancah sepakbola membuat stadion masih belum menjadi tempat yang nyaman dalam menikmati pertandingan sepakbola.

Dengan mempelajari proses historis perseteruan kedua kelompok suporter ini diharapkan adanya pembelajaran serta solusi agar konflik-konflik yang terbangun menjadi sportif dan tidak anarkis. Pengkajian akan sebuah konflik dengan memandang dari perspektif sosiologi –dimana masyarakat dan kondisi kultural akan menjadi objek yang dikaji– diharapkan akan timbul sebuah mediasi entah itu berupa negoisasi atau yang lainnya. Dengan begitu posisi suporter sebagai sebuah pendukung klub akan terjadi hubungan timbal balik dengan klub yang didukung. Selain itu diharapkan pula perdamaian antar-suporter sepakbola yang ada di Indonesia dapat terjadi.



Sejarah Aremania dan Rivalitas dengan Bonek      
Tahun 1988 lahirlah Yayasan Arema Fans Club (AFC) yang didirikan oleh Ir. Lucky Acub Zaenal. Yayasan ini hadir sebagai basis kelompok suporter dari Yayasan PS Arema yang didirikan setahun sebelumnya. Tahun pertama AFC berdiri dipimpin oleh Ir. Lucky Acub Zaenal dengan 13 korwil  (koordinator wilayah) yang ada dibawahnya. Keberadaan AFC yang begitu formal dan eksklusif membuat kalangan suporter yang berasal dari kelas bawah tidak mampu menjangkau organisasi tersebut. AFC sendiri pada akhirnya belum mampu menciptakan kerukunan antar-suporter di Malang, sehingga harus dibubarkan pada tahun 1994.

Kondisi chaos dalam kota, dimana sering terjadi perselisihan antar-geng yang berlanjut ke dalam stadion membuat kota Malang menjadi sepi di kala Arema bertanding. Banyak toko-toko dan warung-warung tutup, bahkan hingga mengunci pintu dan jendela. Beberapa narasumber bahkan menceritakan bahwa ketika itu seorang suporter membawa batu, pentungan, dan golok adalah hal biasa . AFC yang belum mampu menyatukan elemen-elemen suporter yang ada di Malang akhirnya membubarkan diri. Menjelang bubarnya AFC, beberapa suporter sepakbola Malang berkumpul dan mendiskusikan mengenai Aremania. Beberapa nama seperti Handoko, Yuli Sumpil, Ovan Tobing, Leo Kailola, dan Lucky Acub Zaenal yang merupakan pentolan dari beberapa kelompok suporter PS Arema di Malang berkumpul dan mengambil keputusan bahwa Aremania didirikan dalam sebuah organisasi non-formal (tanpa bentuk) tetapi terus menjaga persatuan dan sportivitas. Sehingga sejak saat itu tidak ada ketua resmi dari Aremania.

Ketiadaan ketua bukan berarti menimbul perpecahan dalam Aremania. Kultur masyarakat Malang yang egaliter membangun kebersamaan dalam ketiadaan struktur organisasi tersebut. Prinsip “sama rata, sama rasa, satu jiwa” yang dimiliki oleh warga Malang menjadikan Aremania menjadi kelompok suporter yang memiliki kekompakan dan persatuan yang kuat. Rasa egaliter pula yang membuat Aremania kompak dan mudah dikendalikan oleh Yuli dan Kepet, dirigen Aremania saat ini.

Titik balik Aremania terjadi pada tahun 1993, pasca PS Arema menjuarai kompetisi Galatama PSSI. PS Arema yang pada tahun-tahun sebelumnya belum memiliki begitu banyak pendukung, mendapatkan perpindahan pendukung begitu banyak dari Ngalamania. Kedewasaan arek Malang akan dampak negatif dari anarkisme membawa dampak positif bagi perjalanan Aremania selanjutnya. Aremania lalu mempelopori untuk selalu hadir mengawal pertandingan Arema di kandang lawan. Dimulai dari Cimahi pada tanggal 31 Mei 1995, Aremania selalu mengikuti kemanapun Arema pergi dan mendukung sembari menularkan virus suporter damai kepada elemen-elemen suporter lawan.

Bulan Mei 1996 Aremania berani untuk melakukan lawatan ke stadion ‘musuh abadi’ untuk mendukung Arema dan menularkan virus perdamaian ke Bonek yang menjadi elemen suporter Persebaya. Aremania datang dengan pengawalan dari DANDIM Kota Malang pada pertandingan yang disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur, dimana mereka menunjukkan eksistensi perdamaian yang dibawanya. Stadion Tambaksari yang dikenal ‘biadab’ karena jarangnya suporter lawan yang berani memasuki stadion tersebut akibat tekanan, intimidasi, kerusuhan, dan provokasi Bonek menjadi saksi eksistensi Aremania .


Rivalitas Malang Surabaya
Berbicara masalah persaingan dan rivalitas dua elemen suporter di Jawa Timur ini, maka kita tidak dapat mengesampingkan sejarah dan kultur sosial masyarakat masing-masing kota. Malang yang secara demografis adalah sebuah kota yang ada di pinggiran gunung, dimana pembangunan-pembangunan yang dilakukan sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga zaman Orde Baru membawa kemajuan yang sangat pesat bagi kota ini. Kemajuan yang membuat masyarakatnya merasa mampu untuk menyaingi kota metropolitin sekelas Surabaya. Surabaya yang selalu dianggap ‘number one’ dalam berbagai kondisi membuat masyarakat Malang tidak terima dan menganggap arek Suroboyo adalah saingan utama mereka. Dalam tataran propinsi misalnya, dimana Malang merupakan kota kedua setelah Surabaya. Hal ini memicu kecemburuan sosial yang sangat tinggi oleh arek Malang terhadap arek Suroboyo .

Kondisi ‘tidak mau kalah’ ini membuat suhu konflik Malang-Surabaya begitu panas. Begitu juga dengan sepakbola, dimana suporter asal Malang selalu berusaha menyaingi suporter asal Surabaya. Arek Suroboyo sudah lama memiliki sifat bondho nekat, dimana pernah mereka aplikasikan dalam upaya melawan tentara sekutu dalam pertempuran 10 November 1945. Sifat bondho nekat yang masih menjadi kultur masyarakat Surabaya modern juga terbawa dalam sepakbola. Pada akhirnya, bondho nekat ini menjadikan suporter Surabaya saat itu terkesan brutal dan anarkis, seperti halnya Hooligans di daratan Eropa.

John Psipolatis pernah menyinggung akan perbedaan ‘suporter brutal’ dan ‘hooligan’ dalam kajiannya tentang sepakbola Indonesia. Ia menyatakan bahwa untuk di Indonesia lebih sesuai dengan sebutan ‘suporter brutal’, karena mereka datang ke stadion untuk menikmati pertandingan dan sesudahnya membuat onar. Sementara ‘hooligan’ belum pantas disandang oleh suporter di Indonesia karena Hooligan datang dengan niat untuk membuat kerusuhan tanpa menikmati pertandingan sepakbola.

Konflik dalam hal sepakbola dimulai sejak tahun 1967, dimana terjadi kerusuhan dalam pertandingan Liga Perserikatan antara Persebaya Surabaya melawan Persema Malang di Surabaya. Kondisi ini dibalas oleh arek-arek Malang dalam pertandingan Persema Malang melawan Persebaya Surabaya di Malang. Akhirnya, konflik suporter yang merupakan pertarungan geng Malang-Surabaya ini terus berlanjut pada tahun 70’an. Periode 80’an menjadi puncak ketegangan antara Bonek dan Ngalamania, dimana tahun 1984 terjadi ‘Perang Badar’ antara Ngalamania dengan Bonek. Peperangan yang terjadi antara Arek Malang dan Arek Suroboyo itu membuat Presiden Soeharto kala itu menyikapinya dengan ucapan “kalau sepakbola membuat persatuan hancur, lebih baik tidak usah”.

Rivalitas Bonek – Aremania
Berdirinya Armada 86 hingga berevolusi menjadi PS Arema pada tahun 1987 membuat konflik semakin memanas. Dalam kompetisi Perserikatan, Persema dan Persebaya sudah memanaskan suhu konflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikuti kompetisi Galatama, suhu itu kian memanas dengan rivalitas Arema dan Niac Mitra Surabaya. Semifinal Galatama tahun 1992 yang mempertandingkan PS Arema Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabaya menghadirkan awalan baru sejarah konflik Aremania-Bonek. Arek Malang (saat itu belum bernama Aremania) membuat ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema Malang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut mereka dalam 6 gerbong kereta api untuk menghindari kerusuhan dengan Bonek.

Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat panas Bonek yang ada di Surabaya. Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombongan Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan melawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas oleh Aremania pada tahun 1996 dengan melakukan lawatan ke Stadion Tambaksari dengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir di Stadion Tambaksari kala pertandingan Persebaya melawan Arema saat itu telah membuat Bonek tidak bisa berbuat apa-apa dan harus menahan amarah mereka dengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingan tersebut disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur saat itu, serta pengawalan ketat DANDIM kota Malang terhadap Aremania. Bagi Aremania, hal ini sudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantung pertahanan lawan sembari menunjukkan kesantunan Aremania dalam mendukung tim kesayangan. Semenjak itulah tidak ada kata damai dari Bonek kepada Aremania, dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasan sekalipun.

Kejadian ini dibalas oleh Bonek di Jakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei 1998 dimana Aremania akan hadir dalam pertandingan Persikab Bandung vs Arema Malang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenen diserang oleh puluhan Bonek. Ketika itu rombongan Aremania yang berjumlah puluhan orang menaiki bus AC yang sudah disiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Di tengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasarsenen tiba-tiba bus yang ditumpangi Aremania dihujani batuan oleh Bonek. Untuk menghindari jatuhnya korban, rombongan Aremania langsung turun dari bus untuk melawan Bonek yang menyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar Bonek yang ada di Stasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania ini mendapat applaus dari warga setempat, sehingga Bonek harus mundur meninggalkan area Stasiun Pasarsenen.

Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanya menandatangi nota kesepakatan bahwa masing-masing kelompok suporter tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga yang mempertemukan Arema dan Persebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatim bersama kedua pemimpin kelompok suporter tersebut ditandatangani di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999. Semenjak tahun 1999, maka kedua elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang mempertemukan kedua klub kesayangan masing-masing.

Tetapi nota kesepakatan itu tidak mampu meredam konflik keduanya. Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itu pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karena dekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat sejumlah Bonek hadir dalam pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batu berterbangan dari luar stadion menyerang tribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisi ini membuat Arema meminta kepada panpel untuk mengamankan wilayah luar stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun ke lapangan, sementara di luar stadion justru terjadi gesekan antara Bonek dengan aparat. Turunnya Aremania ke lapangan pertandingan membuat pertandingan dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek membuat Aremania membantu aparat dengan memberikan lemparan balasan ke arah Bonek. Aremania pun harus dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk dari kepolisian.

Kejadian rusuh yang berkaitan antara Aremania dengan Bonek masih berlanjut pada tahun 2006. Kekalahan Persebaya Surabaya atas Arema Malang di stadion Kanjuruhan dalam laga first leg Copa Indonesia membuat kecewa Bonek di Surabaya. Seminggu kemudian, kegagalan Persebaya Surabaya mengalahkan Arema Malang di stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya membuat Bonek mengamuk. Laga yang berkesudahan 0-0 ini harus dihentikan pada menit ke-83 karena Bonek kecewa dengan kekalahan Persebaya dari Arema Malang. Kekecewaan ini mereka lampiaskan dengan merusak infrastruktur stadion, memecahi kaca stadion, dan merusak beberapa mobil dan kendaraan bermotor lain yang ada di luar stadion. ANTV yang menayangkan pertandingan tersebut meliputnya secara vulgar, bahkan berkali-kali menunjukkan gambar rekaman mengenai mobil ANTV yang dirusak oleh Bonek. Aremania menyikapi hal ini dengan menyerahkannya secara total kepada pihak berwajib dan PSSI.

Rivalitas keduanya tidak hanya hadir lewat kerusuhan dan peperangan, tetapi juga dengan nyanyian-nyanyian saat mendukung tim kesayangannya. Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pasti akan menyanyikan lagu-lagu yang menghina Arema dan Aremania. Lagu-lagu yang menyebutkan Arewaria, Arema Banci, Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagu lain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-Bonek juga mereka kumandangkan kala Arema menghadapi tim lain di Stadion Kanjuruhan. Bahkan persitiwa terbaru adalah tersiarnya kabar mengenai dikepruknya mobil ber-plat N ketika malam tahun baru di Surabaya oleh pemuda berkaos hijau (oknum Bonek?).

Atmosfir Malang – Surabaya
Seperti yang ditulis oleh Feek Colombijn dalam View from The Periphery: Football in Indonesia, dimana ia menyebut bahwa dinamika suporter di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Kultur Jawa yang mengutamakan keselarasan dalam harga diri, dimana penolakan yang amat sangat terhadap hal yang bisa mempermalukan diri sendiri, menjadi faktor utama konflik antar suporter di Indonesia. Kultur Jawa yang menghindar dari konflik dan tidak mau dipermalukan menjadi semacam dari anti-thesis dari sepakbola yang harus siap sedia untuk dipermalukan. Tetapi kultur Jawa pula yang memicu reaksi apabila penghinaan itu terjadi di depan umum dan sangat memalukan, maka ekspresi kemarahan dan anarkisme yang muncul untuk menjaga wibawa dan harga diri.

Kondisi ini yang memicu atmosfir panas Malang–Surabaya. Geng pemuda asal Malang yang dibantai oleh Bonek di tahun 1967 memicu perasaan dendam dari Arek Malang. Belum lagi persoalan rivalitas “number one”, dimana dalam level propinsi posisi Malang masih dibawah Surabaya. Sifat tidak terima Arek Malang menjadi nomor dua dibawah Arek Suroboyo ini membuat keduanya susah berjabat tangan. Persaingan atas dasar pride ini berlanjut pasca melorotnya prestasi Persema Malang, dimana Arema mengambil alih posisi rivalitas Malang-Surabaya tersebut.

Pergulatan harga diri ini terlihat jelas ketika Aji Santoso pindah dari Arema ke Persebaya, akhirnya Aji Santoso pun dianggap pengkhianat oleh Aremania. Ketika Aji Santoso ingin kembali ke Malang, ia pun harus melalui begitu banyak tim sebelum akhirnya mengakhiri karirnya bersama Arema Malang. Ahmad Junaedi pun menjadi korban rivalitas Aremania-Bonek. Ketika Ahmad Junaedi sudah menjadi bintang sepakbola nasional dan dibeli Surabaya, maka ketika Persebaya menawarkan Ahmad Junaedi untuk kembali ke Arema pun ditolak oleh Aremania. Akhirnya Arema pun lebih memilih untuk mengasah bakat Johan Prasetyo daripada memakai tenaga Ahmad Junaedi . Dalam hal simbol pun tantangan kepada Bonek juga dikumandangkan. Dengan pemilihan simbol singa menunjukkan bahwa di belantara Jawa Timur Arema ingin menjadi nomor satu, diatas Ikan Sura dan Buaya.

Arema menjadi identitas resistensi daerah terhadap pusat (Surabaya) , dimana melalui dialek jawa timur dengan tatanan huruf yang dibalik pada osob kiwalan khas Malang seolah menunjukkan bahwa Arema menjadi identitas kultural masyarakat Malang. Selain itu Arema juga merupakan pemersatu warga kota Malang yang sebelumnya terpecah pada beberapa desa/wilayah/daerah. Arek Malang selalu berusaha membedakan dirinya dengan arek Suroboyo. Ketika arek Suroboyo itu bondho nekad, maka arek Malang itu bondho duwit. Ketika Bonek itu suka membuat kerusuhan, maka Aremania ingin menyebarkan virus perdamaian. Konflik identitas juga menjadi lahan rivalitas kedua kubu suporter besar Jawa Timur ini.


Kapitalisme Sepakbola
Secara disadari atau tidak, fanatisme dan pertarungan kedua elemen suporter ini menjadi makanan empuk bagi kapitalisme. Sepakbola boleh jadi hari ini tidak hanya berbicara masalah sportivitas dan kesehatan, tetapi juga merambah dalam dunia politik dan ekonomi. Industri sepakbola menjadi salah satu bisnis yang menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha kelas kakap hari ini, tentu dengan syarat mereka bisa mengendalikan iklim sepakbola itu sendiri.

Dalam hal konflik suporter di Jawa Timur, boleh jadi media massa menjadi provokator dalam berbagai peristiwa persepakbolaan di Jawa Timur. Sebagai contoh Jawa Pos misalnya, dimana secara eksplisit menyatakan keberpihakannya kepada Persebaya Surabaya. Dapat dimaklumi sebenarnya apabila melihat kantor redaksi yang berada di Surabaya serta posisi penting para pengurus Jawa Pos dalam kepengurusan Persebaya Surabaya. Dalam beberapa tulisan yang ada, Jawa Pos selalu menampilkan porsi lebih kepada Persebaya, bahkan tidak jarang dukungan kepada Bonek selalu mereka tuliskan dalam berita-beritanya.

PT Bentoel Prima Tbk yang pernah mengakuisisi Arema juga merasakan betul dampak menguntungkan bisnis sepakbola yang mereka bangun. Walaupun menghadapi hambatan begitu banyak dari pesaingnya , tetapi secara materiil PT Bentoel Prima Tbk mengalami keuntungan yang begitu besar dari sekedar pasang tulisan bentoel-arema di kaos para pemain Arema.

Bisnis sepakbola inilah yang sedang menguasai persepakbolaan modern hari ini. Di belahan dunia manapun, modernisasi sepakbola diikuti dengan berkembang pesatnya industri sepakbola. Dalam buku How Soccer Explains The World: An Unlikely Theory of Globalization, Franklin Foer menuliskan bahwa virus globalisasi telah merasuk kian dalam ke dunia sepakbola, dan faktor pride (kebanggaan/fanatisme) menjadi faktor ekonomi yang sangat menguntungkan bagi para kapitalis-kapitalis besar.

Kesimpulan
Modernisasi dalam sepakbola secara tidak langsung diikuti oleh berkembangnya kapitalisme dalam ranah sepakbola. Seolah-olah menjadi kapitalis adalah syarat mutlak untuk mengembangkan sebuah persepakbolaan dalam negeri. Melihat realitas di lapangan, bukan tidak mungkin hal diatas benar adanya. Karena ketika mengembangkan sepakbola tanpa sokongan dana yang kuat tentu akan membuat sebuah badan, klub, atau kompetisi menjadi rontok. Hanya saja kekhawatiran muncul ketika suporter sepakbola dijadikan obyek untuk mengkapitalisasi sepakbola tadi, dimana pada akhirnya suporter sepakbola juga yang dipermasalahkan.

Terkadang, berdasarkan perbincangan dengan kawan-kawan pemerhati sepakbola nasional, kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di lapangan selalu diawali orang orang yang tidak jelas siapa pelakunya. Sebagai contoh ketika terjadi kerusuhan di Madiun, baik Aremania dan Laskar Sakera (pendukung Persekabpas Pasuruan) tidak tahu menahu siapa yang memulai melempari batu-batu ke arah penonton. Tetapi karena yang hadir di stadion saat itu adalah Aremania dan Laskar Sakera, tentu pada akhirnya bentrok fisik tidak dapat dihindari. Efek pasca kejadian hari itu adalah banyaknya toko-toko yang tutup di Madiun, image PT Bentoel Arema Tbk juga tercoreng, dan entah mengapa beberapa hari sesudahnya media massa begitu laku di pasaran.

Begitu pula yang terjadi saat kerusuhan Bonek di Stadion Gelora 10 November di Surabaya beberapa tahun lalu. Dimana mau tidak mau Aremania harus mengakui bahwa kemenangan PS Arema atas Persebaya Surabaya hari itu cukup kontroversial, ada kesan wasit memihak Arema. Kemenangan 2-1 untuk Arema pun harus dibayar mahal dengan perusakan stadion dan beberapa fasilitas umum beserta kendaraan pribadi oleh Bonek yang menonton hari itu.

Begitu banyaknya tangan-tangan tak terlihat yang bermain-main diatas konflik suporter tentunya harus diwaspadai oleh Aremania maupun Bonek. Jangan sampai begitu banyak orang mati sia-sia saat pertempuran kedua suporter tersebut ternyata hanya menjadi ‘mainan globalisasi’ oleh segelintir orang yang ingin mengambil keuntungan didalamnya. Untuk itulah perlunya melihat kembali sejarah konflik antar kedua elemen suporter ini, supaya kejadian-kejadian negatif dapat diminimalisir dan era baru yang lebih damai dapat tercipta.

Kultur masyarakat Jawa yang melingkupi konflik Aremania-Bonek seharusnya bukan menjadi kambing hitam atas berbagai peristiwa yang terjadi. Sudah seharusnya dua elemen suporter yang sudah dikenal akan militansinya ini berdamai dan menciptakan suasana kondusif dalam persepakbolaan nasional. Sudah saatnya baik Aremania maupun Bonek untuk mendewasakan diri dengan melihat dari kacamata modernisasi dan sportivitas dalam mendukung tim kesayangannya. Tidak ada salahnya Bonek turut bergabung dalam usaha mewujudkan suporter Indonesia damai, sehingga mampu membuat suasana stadion begitu damai dan orang tidak perlu takut untuk menyaksikan secara langsung pertandingan sepakbola di tanah air.



AREMANIA

Arema memiliki pendukung fanatik yang menamakan dirinya Aremania. Suporter setia tim berjuluk Singo Edan ini dikenal dengan kreatifitas dan loyalitasnya dalam mendukung tim Arema ketika bertanding. Suporter yang pernah dinobatkan sebagai the best supprter di tahun 2000 ini kerap menyajikan atraksi-atraksi dan kreatifitas yang luar biasa di stadion, baik ketika laga kandang maupun tandang.
Kehadiran Aremania di stadion nuansa baru bagi sepakbola Indonesia, bahkan ada celetukan bahwa  tiket pertandingan dibeli tidak hanya  tidak hanya untuk menonton pertandingan tetapi juga membeli tiket untuk menonton Aremania yang berkreasi dengan memadukan gerakan serta  nyanyian yang dilakukan secara massal yang di pimpin oleh sang dirigen, Yuli Sumpil.
Ulah sportif dan kreatif yang digalang oleh Aremania ternyata membawa dampak positif bagi perkembangan kreatifitas suporter ditanah air, suporter klub lain tak segan untuk meniru bahkan berkreasi dengan caranya sendiri dalam mendukung klub kebanggaannya, hal tersebut sedikit banyak mengurangi keributan  yang kerap terjadi ketika timnya bertanding.
Kebersamaan Aremania tidak hanya ditunjukkan ketika berada di dalam stadion, di luar stadion pun mereka juga membuktikan makna Salam Satu Jiwa dengan terlibat pada kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan untuk meringankan beban salah satu rekannya yang terkena musibah atau kegiatan lainnya.

Penonton Tidak Tertib, AFC Tegur PSSI

Jakarta - Sekretaris jenderal PSSI, Tri Goestoro, mengakui adanya teguran dari Konfederasi Sepak bola Asia (AFC), atas insiden yang terjadi di Riau, Kamis (5/7/12).

Sejumlah penonton melemparkan botol air minum ke lapangan saat Timnas Indonesia menghadapi Australia di Stadion Utama Riau, Pekanbaru, pada laga perdana Grup E Pra-Piala Asia U-22.

“Sudah ada teguran resmi dari AFC. Makanya kami imbau penonton untuk jadi tuan rumah yang baik,” jelas Try Goestoro, seperti dilansir situs resmi PSSI.

Pertandingan yang berakhir dengan kekalahan Indonesia 0-1 itu disaksikan sekitar 38 ribu penonton. Sejumlah pelanggaran yang dilakukan pemain Australia membuat para penonton mulai panas dan mulai melakukan pelemparan.

Penonton kian panas akibat ulah pemain Australia sepuluh menit jelang laga usai. Seorang pemain melemparkan botol yang terserak di lapangan ke pinggir, ke arah penonton. Aksi ini ditanggapi sebagai tantangan oleh sejumlah penonton sehingga lebih banyak lagi botol air minum beterbangan ke lapangan.

“Apapun alasannya, penonton tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh aturan. Apalagi melempar sesuatu ke arah lapangan. Yang rugi kita sendiri,” tukas Tri Goestoro.

Ancaman AFC tidak main-main. Jika insiden terulang kembali, seluruh pertandingan bisa dibatalkan.

''Jadi saya imbau penonton untuk menjaga nama baik Pekanbaru, Riau dan reputasi Indonesia di mata internasional. Saya yakin dan percaya, penonton di Pekanbaru sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas,” tuntasnya.

PSSI sebelumnya juga mendapat hukuman dari Komisi Disiplin AFC akibat tak mematuhi keputusan terkait pembayaran.

Solidaritas aremania jalur gaza

SALAM SATU JIWA AREMA INDONESIA AREMANIA AREMANITA SEJAGAT RAYA
DI MANA PUN BERADA

Dalam Partisipasinya Dan Solidaritas Sesama AREMANIA AREMANITA Untuk Korban musibah Kecelakaan (( sam Galih/Bujel ARemania ))
Keluarga Besar AREMANIA JALUR GAZA Berencana Mengedarkan Sticker JALUR GAZA Dengan
Imbalan Berupa Sumbangan Se Iklas Nya.
Dan Dana Hasil Dari Stiker Tersebut Nantinya Akan Di Kumpulkan Dan Di Serah Kan Kepada Keluarga Korban. semoga Rencana Ini Mendapat Ridho Allah Swt (Amin).

Bagi Dolor Dolor Yang Berminat Terutama AREMANIA AREMANITA wilayah Jalur Gaza Monggo bisa langsung menghubungi:
-Sam Borju (089 677 207 987)
-Sam Temon (085 755 259 507)
-Sam aris (085 646 383 534)
-Sam joy (087 754 447 614)

NB :
Bagi yang pengen nyumbang bisa lewat transfer ke Rek BRI 6487 0101 330 5530 (UNIT Cabang Purwosari) A/n JULIADI
#Setelah transfer harap konfirmasi by sms ke 089 677 207 987 (sam BORJU)
dan bagi yg mau nyumbang secara tunai bisa langsung konfirmasi ke tiga nomer HP admin di atas.

NOWUS HEBAK Salam Satu Jiwa